A. Pengertian Warganegara
Istilah Warganegara dalam konteks kosa kata Bahasa Indonesia merujuk pada terjemahan: kata Citizen (Inggris) dan Citoyen (Perancis). Istilah Citizen secara etimologis berasal dari Romawi dari bahasa Latin, yakni dari kata Civis/Civitas sebagai anggota atau warga dari suatu Cyte-State. Kata ini dalam bahasa Perancis diistilahkan Citoyen yang bermakna warga dalam kota (cite) yang memiliki hak-hak terbatas. Citoyen atau Citezen bermakna warga atau penghuni kota. Warga dan kota adalah kesatuan yang bila ditelusuri secara historis adalah angggota dari suatu polis (negara) Warga dari polis historis bermula pada masa Yunani Kuno, dimana warga di Yunani dinamakan polite, sedang di Romawi warga dari republik disebut civis atau civitae. Dengan demikian konsep Polites (Yunani/Greek), Civis/ Civitas (Romawi Latin), Citoyen (Perancis) serta Citizen (Inggris) bermakna sama, yakni menunjuk pada warga atau penghuni kota yang pada masa lalu yang merupakan komunitas politik. Jadi konsep warga bukan hal yang baru, karena telah ada sejak pada masa Yunani Kuno dan Romawi yang dianggap tempat asalnya demokrasi. Dalam terminologi modern, istilah Citizen dalam kajian akademik berpengaruh luas dalam upaya untuk menjelaskan konsep warganegara maupun kewarganegaraan.Menurut Tuner (1990), istilah Citizen (abad tengah/abad 15) saling bertukar pakai dengan istilah Denizen. Kedua istilah itu secara umum menunjuk warga atau penduduk kota, sedang orang-orang yang berada diluar kota (di luar Citizen-Denizen) disebut Subject. Subject pada awalnya adalah non warga kota yang terdiri dari anak-anak, wanita, budak dan penduduk asing. Dalam Rationalisme Barat, konsep Citizen memiliki karakter yang unik, karena amat dekat dengan gagasan tentang Civility (kesopanan) dan Civilation (peradaban). Untuk menjadi warga kota (Citizen) orang luar perlu melakukan proses Civilization atau menjadi Urban perlu ada proses Citinize bagi orang tersebut. Diperlukan beberapa persyaratan seseorang agar dikategorikan sebagai Citizen. Perkembangan konsep polites, civis, citoyen dan citizen yang pada mulanya bersifat tertutup (eklusif) dengan hak-hak yang terbatas. Melalui perjuangan panjang akhirnya wanita dan anak-anak sudah dapat menjadi bagian dari Civis dengan hak-haknya yang setara (equality).Misal wanita sudah memiliki hak suara dalam pemilu. Di Australia pemilu pada tahun 1902, di Kanada pemilu tahun 1918 dan di Amerika Serikat padatahun 1920. Sedangkan hak-hak anak sebagai warganegara baru berkembang pesat setelah adanya Konvensi hak anak internasional. Konsep mengenai Citizen, hak, kota, peradaban dan urban tak bisa dilepaskan dengan apa yang terjadi diYunani Kuno, yang memang di sanalah menja di kiblat dan cikal bakal (sumber acuan) berkembangnya konsep Citizen bagi dunia Barat. Pengertian warganegara harus dibedakan dengan penduduk (population) dan rakyat (people). Pengertian tentang warganegara telah dijelaskan di atas, maka perlu juga dijelaskan juga pengertian tentang penduduk dan rakyat.Adapun pengertian penduduk dan rakyat, adalah:- Penduduk(Population) adalah setiap orang yang menempati/bertempat tinggal di daerah/wilayajh teretentu, yang identitasnya ditandai dengan kepemilikan KTP (Kartu Tanda Penduduk). Penduduk dibedakan:penduduk yang ber KTP daerah itu (mempunyai hak dan kewajiban, misal bayar pajak, ikut pilkada) dan penduduk yang tidak ber KTP di daerah itu, yakni penduduk pendatang/ musiman, misal: WNA dan penduduk lain daerah.- Rakyat (People), adalah semua warganegara yang mempunyai ikatan bathin dengan bangsa dan negara itu, sehingga mempunyai kesanggupan dan kesediaan diri untuk bela negara, terutama mengahadapi musuh, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri (HGAT). Rakyat adalah warganegara yang mempunyai rasa memiliki, mencintai serta rela berkorban demi bangsa dan negaranya. Dari sanalah akan tersirat nilai-nilai patriotisme, nasionalisme dan heroisme.
B. Karakteristik Warganegara
Karakteristik warganegara yang digambarkan oleh para filsuf tidak dapat dipisahkan dari pengaruh sosial politik, latar belakang dan institusi, di mana mereka hidup. Menurut Aristoteles warganegara adalah orang yang mampu menjalankan dirinya dalam berperan di kehidupan politik, terkenal dengan ucapanya bahwa manusia adalah:man as a political animal atau zoon politicon. Menurut diawarganegara diklasifikasikan menjadi dua, yakni:1). Warganegara yang menguasai atau memerintah (the ruling)
2). Warganegara yang dikuasai atau diperintah (the ruled)
Warganegara yang memerintah harus mempunyai kebajikan dan kearifan, sedangkan kebajikan dan kearifan tidaklah begitu penting bagi yang diperintah. Semua warganegara adalah bebas, sederajad dan harus siap untuk memerintah dan diperintah, maka semua warganegara harus mempunyai satu keuatamaan dan kebajikan. Karakteristik warganegara yang baik menurut Aristoteles adalah Civic Virtue (keutamaan sipil) dalam dirinya.
Menurutnya ada 4 komponen civic virtue, yakni :
1). Temperance (kesederhanaan) termasuk self control dan avoidance of extremes;
2). Justice (keadilan,
3), courage (keberanian dan keteguhan) termasuk patriotism dan yang ke
4). Wisdom or prudence (kearifan dan kesopanan) termasuk di dalamnya the capacity for judment (Heater,2004).
Warganegara yang mempunyai klasifikasi demikian akan menjadi warganegara yang baik dan akan mampu memerintah secara baik dan serta dia juga dapat diperintah secara baik pula. Sampai di situ akhirnya dia menyatakan warganegara ada yang yang termasuk good citizen dan bad citizen. Good citizen berbeda dengan good man, karena good citizen ditentukan oleh konstitusi. Cicero (Romawi) menyatakan bahwa tugas warganegara Romawi untuk adalah untuk saling menghormati dan mempertahankan ikatan persaudaran bersama, dengan menggantikan semua konsep yang membedakan anggota rasmanusia. Warga hidup dalam arahan dan perlindungan hukum Romawidengan memiliki kewajiban dan hak yang sama. Warga ditur oleh hukumbukan kaisar. Kewajiban warga adalah pelayanan militer dan membayar pajak-pajak tertentu. Kewajiban khusus warganegara ideal adalah menempatkan civic vitue , pada masa Republik Romawi diartikan sebagai kemauan untuk mendahulukan kepentingan publik (umum). Tradisi Republik dan kesediaan mendahulukan kepentingan umum, ini natinya menjadi dasar-dasar bagi berkembangnya teori kewarganegaraan republikan. Pemikiran abad 17 dan 18 seperti Thomas Hobbes, John locke dan JJ. Rousseau membawa perubahan ke arah paham indivualisme liberal. Mereka menganggap manusia adalah sebagai individu-individu dan masyarakat sebagai koleksi individu yang independen dan mengejar tujuan pribadi. Manusia secara fundamental dianggap sebagai individu-individu yang memiliki hak dan kepentingan. Individu dipandang sebagai makhluk yang egois, berpikir dan bertindak demi kepentingan semata-mata. Negara adalah hasil kontrak antara individu, yang tugasnya menjamin pemenuhan hak dan kepentingan warga (kontrak sosial).
Inilah pendapat mereka tentang warganegara:
1). Thomas Hobbes, berpendapat warganegara menunjuk pada manusia dengan sifat politik yang fantatis, penuh nafsu, kepentingan dan kebebasan, Hobbes terkenal dengan ucapannya: homo homimhi lupus. Rationalitas kepentingan pribadi secara sosial mendorong individu untuk mencari kedamaian dan keamanan diri. Sejauh kebebasannya terlindungi, induvidu akan puas dan bersedia menjadi subjek kedaulatan negara
2). John locke, berpendapat bahwa manusia dibekali dengan hak-hak alamiah (natural right), sedangkan negara merupakan hasil persetujuan dari yang diperintah (warga/rakyat). Berbeda dengan Hobbes yang mendukung absolutisme negara, Locke berpendapat bahwa kedaulatan negara tidak oberdiri di atas civil soceity tetapi civil sosietylah yang membatasi negara.
3). J;J. Rousseou mengidealkan sebuah masyarakat di mana setiap individu dapat mengembangkan kebebasannya dan pada saat yang bersamaan dapat berprilaku sebagai anggota komunitas yang besar dan loyal. Untuk mencapainya individu sebagai suatu warga suatu negara harus tunduk pada hukum yang mengespresikan kehendak umum (volunte general). Pemikiran Rousseau ini pada sisi lain mengembangkan pemikiran Kewarganegaraan Republik Klasik. Dalam perkembangan konteporer para ahli berupaya mengembangkan sejumlah karakteristik warganegara yang sejalan dengan dunia modern. Istilah civic virtue yang diatikan sebagai kebajikan kewarganegaraan yang berupa kemauan dari warganegara untuk mengesampingkan kepentingan pribadi (privat) untuk menuju ke kepentingan umum (publik). Civic virtue terdiri atas Civic Dispotitionn and Civic Commitment (watak dan komitmen kewarganegaraan). Watak kewarganegaraan merujuk pada sejumlah kebiasaan dan sikap warga dalam menopang berkembangnya fungsisosial yang sehat dan jaminan atas kepentingan umum dalam sistem demokrasi. Komitmen warganegara merujuk pada kesediaan secara sadar untuk menerima, memegang teguh nilai dan prinsip demokrasi. Thomas Lickona dalam bukunya Education for Character, menyatakan bahwa karakter mengandung tiga bagian yang saling berhubungan, yakni moral knowing, moral feeling dan moral behavior. Oleh karena itu karakter yang baik selalu mengandung tiga hal,yakni mengetahui hal yang baik (knowing the good, menginginkan hal yang baik ( desiring the good) dan melakukan hal yang baik (doing the good. Moral knowing mempunyai indikator: moral awareness, knowing moral values, perspecive taking, moral reasoning, decision making dan self knowledge. Moral feeling memiliki indikator : conccience, self esteem, emphaty, loving the good, self control dan humality, sedangkan Moral behavior/action mempunyai indikator: competence, will dan habit. Kompetensi ideal seorang warganegara menurut Magaret Stimman Branson, memiliki 3 kompetensi , yakni civic knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), civic skill (ketrampilan kewarganegaraaan) dan civic dispotions (karakter kewarganegaraan). Menurut dia civic dispostion terdiri dari karakter privat dan publik sebagai hal yang esensial bagi pengembanan demokrasi konstitusional. Karakter privat, misalnya : tanggung jawab, moral, disiplin diri, penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia manusia, sedangkan karakter publik misalnya: taat terhadap aturan, sikap kritis, sopan, kesediaan mendengar, kemauan bernegoisasi dan kompromi. Dalam tulisannya yang berjudul: From Character Development and Democratic Citzenship, Character Count (2007), ia mengembangkan (5)enam pilar karakter bagi kewarganegaraaan demokrasi, yakni;
1). Trustworthines (rasa percaya),
2) Respect (rasa hormat).
3). Responcibility (tanggung jawab),
4).Fairness (kejujuran),
5).Caring (kepedulian) dan Citizenship (kewarganegaraan). Cogan dan Derricot (1998) mengidentifikasi perlunya warganegara memiliki delapan (8) karakteristik yang dipandang sebagai cerminan wargnegara ideal abad 21. Kedelapan karakteristik tersebut adalah:
1). Kemampuan untuk untuk melihat dan mendekati masalah sebagai anggota masyarakat global).
2). Kemapuan bekerja sama dengan yangh lain dengan cara yang kooperatif dan menerima tanggung jawab atas peran dan tugasnya di dalam masyarakat.
3). Kemampuan memahami, menerima dan menghargai dan menerima perbedaan-perbedaan budaya.
4). Kapasitas berpikir dengan cara yang kritis dan sistematis.
5). Keinginan untuk menyelesaiakan konflik dengan cara tanpa kekerasan.
6). Keinginan untuk mengubah gaya hidup dan kebiasaan konsumtifnya,
untuk melindungi lingkungan.
7). Kemampuan bersikap sensitif dan melindungi hak asasi manusia, misal-
nya hak wanita, hak etnis minoritas dan hak-hak yang lainnya.
8). Keinginan dan kemampuan untuk ikut serta dalam politik pada tingkat
lokal, national maupun internasional. Senada dengan karakter tersebut di atas, Louise Douglas dalam bukunya Global Citizenship (2002) juga memandang warganegara global sebagai orang yang:
1). Menyadari dunia secara luas dan mempunyai perasaan sendiri sebagai warganegara.
2). Pengakuan terhadap nilai-nilai keberagaman.
3). Memiliki satu pemahaman bagaimana dunia bekerja secara ekonomis,
politis, sosial, kultural, teknologi dan lingkungan.
4). Menolak ketidakadilan sosial.
5). Berpartispasi dan berperan dari tingkat lokal sampai global.
6). Memiliki kemampuan untuk bertindak dan membuat dunia sehingga
sebagai tempat yang patut.
7). Bertanggungjawab terhadap tindakan-tindakan mereka.
Referensi:Materi Mata kuliah kewarganegaraan semester2