A. Siapakah Warganegara Indonesia
Pengertian WARGANEGARA INDONESIA atau bisa dikatakan sebagai Pengertian Masyarakat Indonesia, Dalam bab sebelumnya telah dijelaskan, bahwa setiap negara yang berdaulat (merdeka) berwenang untuk menentukan siapa saja yang berhak menjadi warganegaranya.
Setiap negara memiliki kewenangan sendiri untuk menentukannya, sebagaimana yang ditetapkan dalam konstitusi negara masing-masing.
Perihal tentang siapa saja yang berhak, bisa dan boleh menjadi warganegara Indonesia, negara juga telah menentukannya. Ketentuan tersebut tercantum dalam pasal 26 UUD 45, adalah sebagai berikut:
(1) Yang menjadi warganegara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warganegara
(2) Penduduk adalah warganegara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
(3) Hal- hal mengenai warganegara dan penduduk diatur dengan undang-undang.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat diketahui bahwa orang yang dapat/boleh dan berhak menjadi warganegara Indonesia adalah:
a). Orang-orang bangsa Indonesia asli
b). Orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warganegara Pengertian orang-orang bangsa indonesia asli mengalami perubahan dan perkembangan. Pada awalnya yang dimaksudkan dengan Orang-orang bangsa Indonesia asli, adalah orang-orang yang merupakan golongan pri- bumi dan keturunannya. Orang Indonesia asli adalah golongan orang-orang mendiami bumi nusantara (Indonesia) secara turun temurun sejak Jaman Tandun. Yang dimaksud Jaman Tandun, adalah jaman di mana tanah dijadikan sumber hidup, manunggal dengan dirinya sendiri,dipercaya dan dijaga oleh dan yang danyang desa, yang mempunyai sifat magis-religius, diamanatkan oleh nenek moyangnya untuk dijaga dan dipelihara, sebagai tempat menyimpan jazadnya setelah berpindah ke alam baka (Paulus, 1983).
Perkataan Asli di atas mengandung syarat biologis, yakni bahwa asal-usul keturunan seseorang akan menentukan kedudukan sosial seseorang itu, antara yang asli atau yang tidak asli. Keaslian ditentukan oleh turunan atau hubungan darah antara yang melahirkan dengan yang dilahirkan.
Dengan demikian penentuan keaslian bisa didasarkan atas tiga (3) alternatif, yakni:
a). Turunan atau pertalian darah (geneologis)
b). Ikatan pada tanah atau wilayahnya (territorial)
c). Turunan atau pertaliandarah dan ikatan pada tanah atau wilayah (geneologis-territorial)
Jika apabila tiga alternatif itu dijadikan sebagai dasar pemahanan tentang Orang-orang bangsa Indonesia asli, maka pengertian itu dapat diartikan pengertian antroplogis (ada ikatan ras, darah dan etnik) dan juga pengertian sosiologis ( ada kaitan dengan tanah, wilayah dan lingkungan alam). Pengertian Orang-orang bangsa Indonesia asli seperti yang dicontohkan di atas, akan menimbulkan penafsiran yang ambigu (multi tafsir) yang dikemudian hari akan menjadi probematik dari ranah hukum.
Penafsiran yang abigu ini dapat dipahami antara lain, adalah sebagai berikut (Handoyo, 2003):
(1) Orang-orang yang berikut keturunannya yang telah ada di Indonesia sejak Indonesis menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945; ataukah
(2) Orang-orang sejak peradaban Indonesia terbentuk sudah ada di bumi nusantara, termasuk di dalamnya Phitecantropus Paleo Javanicus atau Homo Soloensis yang fosilnya ditemukan di Sangiran dan di sepanjang Sungai Bengawan Solo; ataukah
(3) Orang-orang yang pada prinsipnya sebagai cikal bakal nenek moyang sebagai pembentuk bangsa Indonesia yang berarti jika ditinjau dari aspek rasnya; ataukah
(4) Orang-orang yang di dalam sejarah bangsa Indonesia berasal dari Yunan Utara di Daratan China serta pedagang dari Gujarat. Problema sosiologis yuridis ini akan berkembang hukum kewarganegaraan Indonesia memang menimbulkan persoalan terutama masalah diskriminasi penegakan hukum terhadap warganegara yang dianggap bukan orang-orang bangsa Indonesia asli. Problem ini pada akhirnya
diupayakan untuk diatasi. Pada perekembangan terakhir melalui Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia ditemukan, bahwa yang dimaksud dengan: orang-orang bangsa Indonesia asli adalah
orang Indonesia yang menjadi warganegara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain atas kehendaknya sendiri.
Adapun sejarah perkembangan kewarganegaraan Indonesia, adalah sebagai berikut:
1). Kewarganegaraan Indonesia Masa Pra Kolonial
Konsep warganegara masa pra kolonial di Indonesia sulit dicari dan ditemukan rujukannya, kecuali dengan menyelusuri kehidupan kerajaan-kerajaan di Indonesia, itupun tidak banyak mengulas masalah kewargaan.
Sebagaimana kita ketahui sebelum bangsa Barat (kolonial) datang kewilayah Indonesia (dulu nusantara), sudah ada kerajaan-kerajaan, diantaranya kerajaan-kerajaan besar itu, adalah: kerajaan Sriwijaya, Majapahit dan Mataram Islam. Pengetahuan tentang kerajaan-kerajaan itu bersumber dari: prasasti, kitab dan situs-situs peninggalan kerajaan.
Kehidupan bangsa Indonesia pra kolonial sudah ditandai dengan telah tumbuhnya berbagai suku bangsa (etnic) yang sebagian secara otonomik tidak di bawah kekuasaan suatu kerajaan, misal suku di Papua, sedangkan etnis yang lain (Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Bali, NTB) yang secara politis berada di bawah kekuasaan raja, bahkan suku-suku bangsa itu telah ada terlebih dahulu sebelum ada kerajaan-kerajaan.
Sampai saat ini suku-suku bangsa tersebut masih tetap bertahan, walaupun telah memasuki identitas politik baru serta ada di bawah kekuasaan negara nasional (NKRI). Struktur masyarakat Indonesia ditandai dengan adanya struktur hori-
sontal dan vertikal (Nasikun, 1980; Suriakusumah 2007). Yang dimaksudkan struktur horisontal dalam struktur masyarakat, adalah terdapatnya beragam suku bangsa di Indonesia termasuk keragaman agama yang dianut serta adanya ras di dalam suku-suku bangsa. Sedangkan dari struktur vertikal ditandai dengan adanya lapisan-lapisan masyarakat (stratifikasi sosial).
Struktur vertikal ini terjadi, karena hal-hal berikut ini:
(a) Faktor ekonomi, yaitu yang memiliki kekayaan dan yang miskin,
(b) Faktor tanah, yaitu yang merupakan pemilik tanah (tuan tanah atau juragan) yang kaya dan mereka yang hanya mengandalkan fisiknya saja untuk mengolah tanah (buruh),
(c) Faktor kekuasaan, yaitu mereka yang memiliki kedudukan tinggi, menengah dan rendahan dalam birokrasi pemerintahan kerajaan,
(d) Faktor keturunan, yaitu yang mereka yang termasuk keturunan bangsawan (ningrat, darah biru) dan mereka yang hanya merupakan rakyat jelata (hamba sahaya atau kawulo alit).Stuktur vertikal pada masyarakat Indonesis lama (prakolonial) pada
umumnya tampak sekali dan berusaha untuk dipertahannkan secara kuat.Seseorang yang berasal dari bangsawan/ningrat, pada umumnya memiliki kekuasaan, tanah dan kekayaan, sedangkan rakyat jelata (kawulo alit) tidak
punya kekuasaan, tanah dan kekayaan (miskin). Dari sini muncul dua golongan masyarakat, yakni: mereka yang berada di lapisan atas, karena mempunyai kekuasaan, tanah (tuan tanah) dan kekayaan, sedangkan orang-
orang yang berada di tingkat/lapisan bawah, adalah mereka yang tak punya kekuasaan, tanah maupun kekayaan (orang miskin), mereka hanya punya tenaga fisik sebagai buruh. Warisan masa lalu tentang struktur masyarakat sebagian besar di Indonesia, apalagi di masyarakat Jawa pada dasarnya bersifat hierarkis (Affan Ghafar, 1999). Ada pemilahan yang tegas antara mereka yang memegang kekuasaan dengan orang kebanyakan. Contoh hal ini diperlihatkan dengan cara berekspresi dalam bahasa, untuk
Kalangan kebanyakan jika bertutur kata dengan kalangan priyayi harus dengan bahasa yang halus (kromo inggil), sedangkan kaum priyayi dalam bertutur kata dengan orang kebanyakan cukup dengan bahasa biasa/kasar (ngoko). Pemilahan ini juga terlihat dalam istilah untuk kalangan penguasa (wong gedhe/penggede), sedang untuk rakyat biasa/jelata disebut wong cilik. Hierarkis yang tegas ini juga terdapat pada hubungan warga yang bersifat Patronage (pola hubungan yang bersifat/patron client). Hubungan ini bersifat individual, yakni antara patron dan clien t akan terjadi interaksi yang bersifat resiprokal (hubungan timbak balik dengan mempertukarkan sumber daya/exchange of resources yang dimiliki masing-masimg pihak. Si patron memiliki sumber daya yang berupa: kekuasaan, kedudukan/jabatan, perlidungan, perhatian dan rasa sayang, tak jarang pula sumber daya itu berupa materi (harta kekayaan, tanah garapan dan uang), sementara Si client hanya mempunyai sumber daya berupa: tenaga, dukungan dan loyalitas.
Pengertian WARGANEGARA INDONESIA atau bisa dikatakan sebagai Pengertian Masyarakat Indonesia, Dalam bab sebelumnya telah dijelaskan, bahwa setiap negara yang berdaulat (merdeka) berwenang untuk menentukan siapa saja yang berhak menjadi warganegaranya.
Setiap negara memiliki kewenangan sendiri untuk menentukannya, sebagaimana yang ditetapkan dalam konstitusi negara masing-masing.
Perihal tentang siapa saja yang berhak, bisa dan boleh menjadi warganegara Indonesia, negara juga telah menentukannya. Ketentuan tersebut tercantum dalam pasal 26 UUD 45, adalah sebagai berikut:
(1) Yang menjadi warganegara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warganegara
(2) Penduduk adalah warganegara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
(3) Hal- hal mengenai warganegara dan penduduk diatur dengan undang-undang.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat diketahui bahwa orang yang dapat/boleh dan berhak menjadi warganegara Indonesia adalah:
a). Orang-orang bangsa Indonesia asli
b). Orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warganegara Pengertian orang-orang bangsa indonesia asli mengalami perubahan dan perkembangan. Pada awalnya yang dimaksudkan dengan Orang-orang bangsa Indonesia asli, adalah orang-orang yang merupakan golongan pri- bumi dan keturunannya. Orang Indonesia asli adalah golongan orang-orang mendiami bumi nusantara (Indonesia) secara turun temurun sejak Jaman Tandun. Yang dimaksud Jaman Tandun, adalah jaman di mana tanah dijadikan sumber hidup, manunggal dengan dirinya sendiri,dipercaya dan dijaga oleh dan yang danyang desa, yang mempunyai sifat magis-religius, diamanatkan oleh nenek moyangnya untuk dijaga dan dipelihara, sebagai tempat menyimpan jazadnya setelah berpindah ke alam baka (Paulus, 1983).
Perkataan Asli di atas mengandung syarat biologis, yakni bahwa asal-usul keturunan seseorang akan menentukan kedudukan sosial seseorang itu, antara yang asli atau yang tidak asli. Keaslian ditentukan oleh turunan atau hubungan darah antara yang melahirkan dengan yang dilahirkan.
Dengan demikian penentuan keaslian bisa didasarkan atas tiga (3) alternatif, yakni:
a). Turunan atau pertalian darah (geneologis)
b). Ikatan pada tanah atau wilayahnya (territorial)
c). Turunan atau pertaliandarah dan ikatan pada tanah atau wilayah (geneologis-territorial)
Jika apabila tiga alternatif itu dijadikan sebagai dasar pemahanan tentang Orang-orang bangsa Indonesia asli, maka pengertian itu dapat diartikan pengertian antroplogis (ada ikatan ras, darah dan etnik) dan juga pengertian sosiologis ( ada kaitan dengan tanah, wilayah dan lingkungan alam). Pengertian Orang-orang bangsa Indonesia asli seperti yang dicontohkan di atas, akan menimbulkan penafsiran yang ambigu (multi tafsir) yang dikemudian hari akan menjadi probematik dari ranah hukum.
Penafsiran yang abigu ini dapat dipahami antara lain, adalah sebagai berikut (Handoyo, 2003):
(1) Orang-orang yang berikut keturunannya yang telah ada di Indonesia sejak Indonesis menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945; ataukah
(2) Orang-orang sejak peradaban Indonesia terbentuk sudah ada di bumi nusantara, termasuk di dalamnya Phitecantropus Paleo Javanicus atau Homo Soloensis yang fosilnya ditemukan di Sangiran dan di sepanjang Sungai Bengawan Solo; ataukah
(3) Orang-orang yang pada prinsipnya sebagai cikal bakal nenek moyang sebagai pembentuk bangsa Indonesia yang berarti jika ditinjau dari aspek rasnya; ataukah
(4) Orang-orang yang di dalam sejarah bangsa Indonesia berasal dari Yunan Utara di Daratan China serta pedagang dari Gujarat. Problema sosiologis yuridis ini akan berkembang hukum kewarganegaraan Indonesia memang menimbulkan persoalan terutama masalah diskriminasi penegakan hukum terhadap warganegara yang dianggap bukan orang-orang bangsa Indonesia asli. Problem ini pada akhirnya
diupayakan untuk diatasi. Pada perekembangan terakhir melalui Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia ditemukan, bahwa yang dimaksud dengan: orang-orang bangsa Indonesia asli adalah
orang Indonesia yang menjadi warganegara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain atas kehendaknya sendiri.
Adapun sejarah perkembangan kewarganegaraan Indonesia, adalah sebagai berikut:
1). Kewarganegaraan Indonesia Masa Pra Kolonial
Konsep warganegara masa pra kolonial di Indonesia sulit dicari dan ditemukan rujukannya, kecuali dengan menyelusuri kehidupan kerajaan-kerajaan di Indonesia, itupun tidak banyak mengulas masalah kewargaan.
Sebagaimana kita ketahui sebelum bangsa Barat (kolonial) datang kewilayah Indonesia (dulu nusantara), sudah ada kerajaan-kerajaan, diantaranya kerajaan-kerajaan besar itu, adalah: kerajaan Sriwijaya, Majapahit dan Mataram Islam. Pengetahuan tentang kerajaan-kerajaan itu bersumber dari: prasasti, kitab dan situs-situs peninggalan kerajaan.
Kehidupan bangsa Indonesia pra kolonial sudah ditandai dengan telah tumbuhnya berbagai suku bangsa (etnic) yang sebagian secara otonomik tidak di bawah kekuasaan suatu kerajaan, misal suku di Papua, sedangkan etnis yang lain (Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Bali, NTB) yang secara politis berada di bawah kekuasaan raja, bahkan suku-suku bangsa itu telah ada terlebih dahulu sebelum ada kerajaan-kerajaan.
Sampai saat ini suku-suku bangsa tersebut masih tetap bertahan, walaupun telah memasuki identitas politik baru serta ada di bawah kekuasaan negara nasional (NKRI). Struktur masyarakat Indonesia ditandai dengan adanya struktur hori-
sontal dan vertikal (Nasikun, 1980; Suriakusumah 2007). Yang dimaksudkan struktur horisontal dalam struktur masyarakat, adalah terdapatnya beragam suku bangsa di Indonesia termasuk keragaman agama yang dianut serta adanya ras di dalam suku-suku bangsa. Sedangkan dari struktur vertikal ditandai dengan adanya lapisan-lapisan masyarakat (stratifikasi sosial).
Struktur vertikal ini terjadi, karena hal-hal berikut ini:
(a) Faktor ekonomi, yaitu yang memiliki kekayaan dan yang miskin,
(b) Faktor tanah, yaitu yang merupakan pemilik tanah (tuan tanah atau juragan) yang kaya dan mereka yang hanya mengandalkan fisiknya saja untuk mengolah tanah (buruh),
(c) Faktor kekuasaan, yaitu mereka yang memiliki kedudukan tinggi, menengah dan rendahan dalam birokrasi pemerintahan kerajaan,
(d) Faktor keturunan, yaitu yang mereka yang termasuk keturunan bangsawan (ningrat, darah biru) dan mereka yang hanya merupakan rakyat jelata (hamba sahaya atau kawulo alit).Stuktur vertikal pada masyarakat Indonesis lama (prakolonial) pada
umumnya tampak sekali dan berusaha untuk dipertahannkan secara kuat.Seseorang yang berasal dari bangsawan/ningrat, pada umumnya memiliki kekuasaan, tanah dan kekayaan, sedangkan rakyat jelata (kawulo alit) tidak
punya kekuasaan, tanah dan kekayaan (miskin). Dari sini muncul dua golongan masyarakat, yakni: mereka yang berada di lapisan atas, karena mempunyai kekuasaan, tanah (tuan tanah) dan kekayaan, sedangkan orang-
orang yang berada di tingkat/lapisan bawah, adalah mereka yang tak punya kekuasaan, tanah maupun kekayaan (orang miskin), mereka hanya punya tenaga fisik sebagai buruh. Warisan masa lalu tentang struktur masyarakat sebagian besar di Indonesia, apalagi di masyarakat Jawa pada dasarnya bersifat hierarkis (Affan Ghafar, 1999). Ada pemilahan yang tegas antara mereka yang memegang kekuasaan dengan orang kebanyakan. Contoh hal ini diperlihatkan dengan cara berekspresi dalam bahasa, untuk
Kalangan kebanyakan jika bertutur kata dengan kalangan priyayi harus dengan bahasa yang halus (kromo inggil), sedangkan kaum priyayi dalam bertutur kata dengan orang kebanyakan cukup dengan bahasa biasa/kasar (ngoko). Pemilahan ini juga terlihat dalam istilah untuk kalangan penguasa (wong gedhe/penggede), sedang untuk rakyat biasa/jelata disebut wong cilik. Hierarkis yang tegas ini juga terdapat pada hubungan warga yang bersifat Patronage (pola hubungan yang bersifat/patron client). Hubungan ini bersifat individual, yakni antara patron dan clien t akan terjadi interaksi yang bersifat resiprokal (hubungan timbak balik dengan mempertukarkan sumber daya/exchange of resources yang dimiliki masing-masimg pihak. Si patron memiliki sumber daya yang berupa: kekuasaan, kedudukan/jabatan, perlidungan, perhatian dan rasa sayang, tak jarang pula sumber daya itu berupa materi (harta kekayaan, tanah garapan dan uang), sementara Si client hanya mempunyai sumber daya berupa: tenaga, dukungan dan loyalitas.
Demikianlah Sedikit Referensi tentang Pengertian WARGANEGARA INDONESIA yang saya kutip dari materi mata kuliah Kewarganegaraan semester 2. Semoga Bermanfaat.